Gelagat PHK Massal Terendus, Buruh Mulai Was-Was

Foto: Ilustrasi
Oleh Citra Salsabila*
Kaum buruh sudah mulai galau dengan nasibnya. Ancaman resesi tahun 2023 yang berdampak pada lonjakan inflasi, kenaikan harga-harga, dan mengancam kestabilan perusahaan-perusahaan kecil. Tak terkecuali perusahaan besar pun akan terguncang. Sehingga, kemungkinan besar akan terjadi gelombang PHK besar-besaran.
Terlihat pada salah satu perusahaan terbesar di Kabupaten Bandung, yaitu PT Kahatex. Karyawannya akan terancam badai pemutusan hubungan kerja (PHK), pasalnya pabrik yang bergerak di bidang produksi tekstil dan garmen itu mengalami penurunan permintaan ekspor. Menurut Kepala Disnakertrans Jawa Barat Taufik Garsadi mengonfirmasi rencana perusahaan untuk merumahkan karyawannya. Namun belum pasti jumlah pasti karyawan yang terdampak.
Hanya saja, walaupun bukan di-PHK, tetapi karyawan akan dirumahkan atau tidak diperpanjang kontraknya. Ini terpaksa dilakukan perusahaan, sebab permintaan ekspor dari Eropa dan Amerika Serikat menurun drastis. Sehingga, dampaknya langsung ke perusahaan tekstil. Faktanya, berdasarkan data Serikat Pekerja dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat, jumlah pekerja di Jabar yang di-PHK dari Januari hingga 29 September 2022 tercatat 43.567 orang yang tersebar dari 87 perusahaan. (Cnnindonesia.com, 06/10/2022).
Betapa terlihat jelas, bahwa penjualan hasil industri masih tergantung pada ekspor. Maka, kebutuhan ribuan karyawan tergantung dari permintaan luar negeri. Padahal, Eropa sendiri sedang bersiap-siap menghadapi resesi.
Kaum Buruh Bergemuruh
Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyampaikan bahwa pihaknya menolak keras kebijakan PHK besar-besaran di tengah ancaman resesi global. Seharusnya, pemerintah itu menumbuhkan optimisme dan melakukan langkah-langkah konkrer untuk pencegahan. Sehingga, tidak ada gelombang PHK besar-besaran.
Apabila banyak perusahaan melakukan PHK, jumlah pengangguran akan meningkat. Artinya, jumlah kepala keluarga yang tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarganya akan makin banyak. Hal tersebut akan mengancam tatanan sosial di masyarakat sebab tingkat kemiskinan yang tinggi dapat disertai dengan kriminalitas yang tinggi pula.
Bagi perusahaan, PHK pun bagai mimpi buruk karena dapat menurunkan daya beli masyarakat. Kondisi ini menyebabkan pendapatan perusahaan menurun karena arus kasnya terhambat. Inilah penyebab banyak perusahaan terpaksa gulung tikar. Lantas, apa yang penyebab PHK sebenarnya?
Penyebab tak lain karena penerapan aturan ekonomi kapitalisme. Aturab ini telah nyata melemahkan posisi pekerja sekadar sebagai bagian dari faktor produksi. Walhasil, PHK menjadi salah satu bentuk efisiensi bagi perusahaan demi menekan biaya produksi. Mereka tidak peduli meski harus mengabaikan nasib pekerja dan menutup mata atas kesengsaraan mereka.
Disinilah kaum buruh selalu bergemuruh ketika upah yang tak selalu naik, tetapi harga melambung tinggi. Disertai tidak adanya jaminan sosial yang memadai. Padahal, pekerja membutuhkan sistem kerja yang memberikan jaminan dan perlindungan bagi mereka.
Selain itu, nampak pula kelemahan peran pemerintah dalam mengatasi badai PHK. Pemerintah yang hanya membuat kebijakan, tetapi tidak mengetahui kebutuhan rakyatnya. Rakyat hanya memerlukan jaminan pekerjaan, agar bisa bertahan hidup. Dan mudah dalam membeli kebutuhan pokok. Ditambah, pemerintah telah kehabisan akal sehingga tidak bisa berbuat apa-apa untuk menanggulangi masalah ekonomi dan PHK massal tersebut, kecuali hanya wait and see saja.
Lagi-lagi, kaum buruhlah yang harus menerima ketidakadilan akibat krisis ekomoni. Padahal, mereka hanya ingin sejahtera, tetapi itu hanyalah kesemuan belaka.
Islamlah Solusinya
Kehadiran Islam tentu memberikan rahmat bagi seluruh umat manusia. Aturannya akan selalu dengan fitrah manusia, tidak akan bertolak belakang atau bahkan menyalahi fitrah. Sehingga, akan menyelesaikan persoalan umat manusia hingga ke akarnya.
Dalam aturan ekonomi Islam, kemungkinan adanya PHK sangatlah kecil, atau bahkan tidak akan terjadi. Karena, prinsipnya adalah penyerapan pasar domestik yang sangat didukung oleh negara dalam rangka memenuhi kebutuhan individu masyarakatnya. Ekspor bukan lagi tujuan utama hasil produksi.
Selain itu, perputaran barang dari sektor riil akan sangat cepat dan tidak akan mengalami penumpukkan stok. Penawaran dan permintaan bukanlah indikator untuk menaikkan/menurunkan harga ataupun inflasi, karena jumlah uang yang beredar stabil sehingga harga akan stabil. Karena yang diterapkannya merupakan transaksi sektor riil dan menghentikan segala bentuk transaksi ribawi dan non riil.
Tak lupa, pemerintahlah yang mengelola sumber kekayaan yang menjadi milik rakyat. Hasilnya dikembalikan lagi kepada rakyat. Alhasil jaminan sosial bagi masyarakat, seperti pendidikan, keamanan dan kesehatan, akan terpenuhi. Disini akan nampak bahwa industri akan berkembang serta menghasilkan produk berkualitas yang memiliki daya saing di pasaran internasional.
Wallahu'alam bishshawab.
*) Penulis adalah Pegiat Literasi, tinggal di Bandung, Jawa Barat